Keberadaan Bandung Berisik dapat ditelusuri dari komitmen
salah satu sayap pergerakan Ujungberung Rebels tahun 1995, Extreme Noise
Grinding (ENG).Didirikan 31 Desember 1994, ENG berkomitmen membangun tiga hal
dasar untuk kemajuan musik metal Ujungberung : kru, media, dan pergelaran musik
sendiri. Kru yang dibentuk dinamakan Homeless Crew, terdiri dari seluruh musisi
Ujungberung era pertengahan 1990an yang bersama-sama saling belajar memahami
penataan suara dan organsasi panggung untuk mendukung band kawan-kawan mereka.
Media sendiri yang digarap untuk menyebarkan informasi mengenai metal
Ujungberung dan Bandung adalah zine Revolution Programs atau Revograms.Zine ini
terbit pertama kali Maret 1995 dan digadang-gadang sebagai zine pertama di
Indonesia.Sementara itu, pergelaran musik sendiri yang digarap Homeless Crew
adalah Bandung Berisik. Sejak awal, ENG dan Homeelss Crew setuju jika band-band
yang layak tampil di Bandung Berisik adalah band-band yang sudah memiliki
lagu-lagu ciptaan sendiri dan merekam lagu-lagu tersebut ke dalam sebuah album,
minimal demo. Ini ditekankan sebagai upaya untuk mendidik mental dan
profesionalitas bermusik yang kuat di kalangan musisi metal Ujungberung. Dalam
komitmen ini, Bandung Berisik pertama kemudian diberi tema “Bandung Berisik
Demo Tour Ujungberung”.
Bandung Berisik Demo Tour Ujungberung, Lapangan Kaum Kidul,
23 September 1995
Tahun 1995 ketika Bandung Berisik pertama digelar,
Ujungberung sedang dilanda gairah bermusik yang sagat hebat.Puluhan band dengan
berbagai hasrat musik lahir di sini.Walau didominasi death metal, diam-diam
band-band punk, hardcore, pop, bahkan hiphop muncul larut di Ujungberung.
Keragaman hasrat musik ini terus menjadi semangat dalam mengembangkan
komunitas, termasuk dalam penggarapan Homeless Crew, zine Revograms, dan tentu
saja pergelaran Bandung Berisik.
Rapat-rapat kecil mulai digelar sejak pertengahan 1995 di
kediaman Ivan Scumbag yang juga merupakan markas ENG. Satu kendala utama
pergelaran adalah minimnya dana produksi pertunjukan. Beberapa solusi
dibicarakan, namun selalu menemui jalan buntu. Saat itu, dalam penggarapan
seuah pergelaran, dana produksi biasanya dikumpulkan dari dana talangan anggota
komunitas atau kelompok kerja yang menggarap acara. Namun ini tentu sebuah
kedala besar mengingat anak-anak Ujngberung bukanlah tipikal bocah-bocah kaya
yang bisa dengan gampang menggelontorkan uang.Jangankan untuk patungan
menggelar acara, untuk biaya sehari-hari saja mereka selalu kelimpungan.
Titik terang datang bulan Agustus 1995 dari Yayat, Dani
Pieces, Agus Sacrilegious, Yayan, beberapa kawan Kaum Kidul, Kang Soleh Koeple,
serta Kang Memet Syaf, sang pemilik Studio Palapa, studio legendaris tempat
latihan anak-anak Ujungberung. Ketika itu, kawan-kawang Kaum Kidul yang memang
aktif di organisasi pemuda Karang Taruna akan menggelar acara agustusan tanggal
23 September 1995. Acara ini akan digelar malam hari, namun Kang Memet
mengungkapkan jika tata suara sudah dipasang sejak pagi. Mendengar keterangan
itu, Dinan mengusulkan bagaimana jika pagi hingga sore harinya, tata suara
acara agustusan ini digunakan untuk bandung Berisik dan dilanjutkan oleh
hiburan puncak agustusan Kaum Kidul di malam harinya. Para pengurus Karang
Taruna dan juga Kang Memet dari Studio Palapa selaku sponsor pergelaran spontan
menyambut ide ini.
Tema pergelaran lalu disepakati “Bandung Berisik 1 Demo
Tour” atau BB Ikarena acara ini ditata sedemikian rupa akan direkam secara live
sebagai upaya perekaman band-band Ujungberung serta kawan-kawan lain di
Bandung. Dana operasional untuk membiayai acara sepenuhnya memakai uang kas
anggota ENG yang jumlahnya sangat terbatas sementara band yang disepakati
manggung di Bandung Berisik I adalah Sacrilegious, Jasad, Infamy, Sonic Torment
mewakili Ujungberung; Behead, Full Of Hate, dan Insanity mewakili komunitas
musik Taman Lalu Lintas, Fatal Death mewakili Grind Ultimatum Cihampelas, serta
Morbus Corpse dan Tympanic Membrane mewakili Bandung Lunatic Underground.Semua
band yang manggung di BB 1 wajib membawakan lagu-lagu ciptaan sendiri.
Publikasi BB I melalui pamphlet fotokopian yang disebar di
kawasan nongkrong komunitas UG dan sekolah-sekolah di seputaran Kota
Bandung.Publikasi juga dibantu oleh band-band yang berinisiatif membuat pamflet
sendiri.Pembuatan gambar latar panggung acara BB1 ukuran 3 x 3 meter masih
menggunakan media kain kanvas, cat tembok dan kayu aneka warna dan kuas.Yang
menggambar adalah Dinan, dibantu Ivan, Kimung, dan anak-anak Ujungberung
lainnya.ID card panitia diperbanyak dengan sistem repro menggunakan kamera Dinan
dan dicetak di Palapa Photo Studio.Semalam suntuk jajaran panitia BB1 berkutat
menyelesaikan semua pekerjaannya, dari mulai mengeset panggung dan tata suara
yang berasal dari Studio Palapa, hingga mendekorasi panggung.
Acara BB1 digelar Sabtu, 23 September 1995.Sejak jam 10
pagi penonton mulai memenuhi lahan kosong seluas 100 m yang biasa digunakan
Kimung untuk melatih anak-anak kecil Kaum Kidul bermain bola di belakang toko
Kalimas Ujungberung. Lahan itu menjelang siang semakin sesak oleh anak muda
yang didominasi pakaian hitam, mengepung panggung sederhana tanpa atap,
berlatar dekorasi dengan tulisan “Bandung Berisik 1 Demo Tour”.
Satu demi satu band mulai tampil dengan maksimal. Hingga
hari ini kenangan akan penampilan band-band ini tak akan terlupakan. Semua
tampil maksimal dengan karakter sendiri-sendiri di tengah sekitar 700an
penonton yang hadir.Sacrilegious misalnya yang menyembelih kelinci dan meminum
darahnya di panggung sebelum menggeber lagu-lagunya.Atau Infamy dengan vokalis
Ivan Scumbag yang tampil super brutal.Atau Sonic Torment yang provokatif dengan
lirik-lirik berbahasa Sunda.Atau Yadi behom yang keningnya bercucuran darah
setelah terhantam aksi brutal Yayat dalam bermain gitar di Jasad. Atau Insanity
yang menjadi band pamungkas sekaligus band yang menjadi panutan anak-anak
Ujungberung.
BB I adalah wujud komitmen anak-anak Ujungberung dalam
mengembangkan komunitasnya. Hingga saat itu, pergelaran ini dirasakan penting
untuk digelar kembali karena secara total berhasil menjadi wahana yang
menampung hasrat bermusik anak-anak metal Ujungberung dan Bandung.
Bandung
Berisik II, GOR Saparua, 20 Juli 1997
Era 1996-1997 komunitas musik bawahtanah Bandung mengalami
masa perkembangan yang pesat. Konsep kolektivisme dan do it yourself mulai
banyak direalisasikan dalam berbagai bentuk aktivitas. Dari mulai membuat
perusahaan rekaman berbasiskan indie label lengkap dengan konsep distribusi dan
promosinya, pembuatan media informasi berupa zine hingga kepada penggarapan
acara musik yang mengandalkan semangat kolektivisme.Industri musik besar pada
saat itu sedang dilanda kejenuhan pasar.Pasca meledaknya grup Slank dengan
album Generasi Biru-nya yang melahirkan komunitas Slanker, otomatis pada saat
itu tidak ada lagi fenomena musik yang luar biasa.Media-media besar juga mulai
kehabisan bahan berita hingga akhirnya komunitas musik bawahtanah dengan segala
bentuk dinamika pergerakannya menjadi bahan eksploitasi berita. Hampir semua
media terutama media cetak besar yang bertarget penjualan anak muda pada saat
itu membahas fenomena pergerakan musik bawahtanah terutama yang terjadi di Kota
Bandung.
Hal tersebut jelas berdampak sangat besar pada perkembangan
musik bawahtanah pada saat itu yang seolah-olah dirancang menjadi “trend musik
masa kini”. Musik bawahtanah pun akhirnya meledak dan mewabah hampir di semua
kota besar di Indonesia utamanya di Pulau Jawa, hingga lahirlah berbagai
komunitas musik bawahtanah di Jakarta, Bali, Surabaya, Malang, Yogya, dan
Medan. Beberapa pagelaran bertema serupa ramai digelar di kota-kota tersebut
dalam skala kecil.Di Kota Bandung sebagai barometer musik bawahtanah, setiap
minggu GOR Saparua menjadi langganan acara-acara musik yang diorganisir oleh
beberapa komunitas di Kota Bandung. GOR Saparua selalu dipenuhi oleh massa
musik bawahtanah yang rata-rata berusia belia yang datang dari berbagai kota di
Indonesia. Ada yang dari Medan, Jakarta, Surabaya, Yogya, Malang, dan kota
lainnya.
Komunitas Ujungberung sendiri, pasca BB I mengalami
kemajuan yang signifikan.Melihat begitu antusias publik terhadap musik
bawahtanah, Homeless Crew memutuskan untuk menggelar kembali Bandung Berisik.
Syahdan, suatu sore di bulan Maret 1997, di pinggir jalan
raya Ujungberung digelar rapat Bandung Berisik II (BB II). Ada beberapa agenda
yang dibahas pada rapat perdana tersebut, yaitu pendanaan yang dilakukan
melalui patungan anggota komunitas Ujungberung Rebels, dana investasi dari Mas
Harry HR Production, penyusunan kepanitiaan yang berjumlah enam puluh orang,
penetapan ketua panitia oleh Dinan dan wakilnya Yayat, serta komitmen
keuntungan BB II yang akan digunakan sebagai biaya produksi kompilasi band-band
Ujungberung yang rencananya dirangkum dalam album kompilasi Ujungberung
Rebels.Kelomok kerja BB II lalu menamakan diri Bungur Enterprise.Ditetapkan
pula dua puluh lima band dari berbagai hasrat musik yang akan tampil di BB II,
yaitu Puppen, Jasad, Turtles Jr, Retribeauty (Surabaya), Trauma (Jakarta),
Bedebah, Disinherit, Blind To See, The Bollocks, Runtah, Anti Septic (Jakarta),
Naked Truth, Noise Damage, Hell Gods, Burgerkill, Rotten Corpse, Step Forward
(Jakarta), Sonic Torment, Total Riot, Embalmed, Jeruji, Infamy, Forgotten,
Morbus Corpse, dan Balcony.BB II digelar di GOR Saparua tanggal 20 Juli 1997.
Strategi publikasi masih sama dengan BB I dengan kualitas
poster yang kini jauh lebih baik, dicetak oleh HR Production. BB II juga
memberikan keleluasaan kepada band-band yang tampil untuk membuat media
publikasi mereka sendiri.Selain membantu publikasi acara, aktivitas ini juga
membina rasa memiliki Bandung Berisik di antara band-band yang tampil.Revograms
juga turut membantu publikasi BB II melalu penerbitan Revograms III dan IV oleh
Homeless Crew.Akhirnya BB II sukses digelar.Imbas dari pergelaran ini sangat
nyata, yaitu dengan rilisnya kompilasi Ujungberung Rebels yang kemudian
berganti judul menjadi Independen Rebels (Independen Records, 1998). Semenjak
rilisnya kompilasi ini, komunitas Ujungberung yang saat itu disebut sebagai
komuniats ENG atau Homeless Crew mulai dikenal juga sebagai komunitas musik
metal Ujungberung Rebels.
Bandung
Berisik III, Gor Saparua, 7 April 2002
Era akhir 1990an dan awal 2000an pergelaran-pergelaran
musik di Bandung semakin ramai, namun sayang tidak diiringi oleh pengembangan
kualitas pertunjukan.Panggung secara kualitas tidak dijaga, baik dalam
manajemen panggung, maupun kualitas tata suara yang terkesan disamaratakan,
yang akibatnya, performa band-band secara umum di Bandung ikut turun.Kualitas
pelayanan pada penonton yang hanya disuguhi penampilan band yang biasa saja,
dekorasi panggung yang seadanya dan faktor kenyamanan dan keamanan yang tidak
diperhatikan secara serius juga sangat tidak mendidik komunitas.Tipikal
pergelaran musik juga masih mengutamakan kuantitas daripada kualitas
band.Rata-rata acara menampilkan band diatas 15 band bahkan sampai 30 band
hingga acara menjadi monoton dan membosankan.
Karena itulah, Ujungberung Rebels mengikrarkan komitmen
untuk menggelar Bandung Berisik yang sama sekali beda dengan pergelaran secara
umum. Munculnya generasi muda musik bawahtanah juga meneguhkan komitmen akan
kesadaran dokumentasi di kalangan Ujungberung Rebels. Dokumentasi yang tak
hanya disimpan tapi juga ditamplkan. Karena itulah, BB III kemudian
dipersiapkans ebagai pergelaran sekaligus pemutaran dokumentasi band-band yang
tampil di acara ini. BB III juga menampilkan sedikit band, hanya dua belas band
yang tampil sehingga dengan demikian, tiap band mampu tampil secara maksimal.
Konsep panggungnya dibuat menyerupai ring tarung bebas, lengkap dengan ram
kawat yang memagari panggung. Suntikan dana, terutama datang dari trio Mbie,
Firman Napi Records, dan Arin.
Untuk film dokumenter, Addy Gembel mempercayakan
penggarapannya kepada Lela dan kawan-kawan.Film diputar selama pergelaran
berlangsung.Acara berjalan lancar dan semakin siang, penonton semakin banyak
memadati.Data terakhir jumlah penonton yang hadir pada saat itu mencapai 10.000
penonton.Padahal kapasitas GOR Saparua hanya dapat menampung 5000
penonton.Terjadi penumpukan penonton di luar GOR Saparua yang berakibat
timbulnya berbagai macam kerawanan.Sempat terjadi aksi keributan yang
melibatkan penonton yang memaksa masuk dengan cara menjebol pintu samping
dengan barisan keamanan Baby Riot War Machine Squad.Beberapa orang dari pihak
Baby Riot War Machine Squad bahkan mengalami luka-luka akibat aksi pengeroyokan
dan pelemparan yang dilakukan oleh penonton.
Walau secara keseluruhan pertujukan di panggung lancar,
namun tak urung akibat sesaknya penonton dalam GOR Saparua, mengakibatkan
banyak penonton yang pingsan selama jalannya acara.Data penonton yang pingsan
mencapai 200 orang sepanjang pertunjukan, ditambah lagi banyaknya fenomena
penonton yang kerasukan atau kesurupan.Satu orang penonton mengalami cedera
serius hingga harus dievakuasi ke rumah sakit. Acara ini juga menjadi panggung
terakhir bagi band Sacrilegious sebelum mereka menyatakan diri bubar.
Bandung Berisik III mendulang sukses. Namun demikian ada
beberapa poin penting yang ditandai anak-anak Ujungberung Rebels sebagai
kendala-kendala utama yang menghambat proses produksi Bandung Berisik III.
Berbelitnya jalur birokrasi perijinan GOR Saparua akibat sengketa kepemilikan
lahan menjadi faktor utama.Panitia dipingpong antara Pemkot, Pemrov dan
tentara.Aksi percaloan tiket dan premanisme juga tak kalah mengganggu panitia
dalam mengatur arus penonton.Selama acara berlangsung terasa betul jika kapasitas
dan keamanan GOR Saparua yang sudah tidak layak lagi dipakai sebagai gedung
pertunjukan musik.Namun demikian, di balik semua kendala tersebut, Bandung
Berisik III mendulang sukses besar.Dua hal yang dijadikan parameter adalah
dapat dikembalikannya uang para investor sesuai perjanjian dan berakhirnya
acara dengan aman dan tidak terjadi hal-hal yang menimbulkan kerawanan.
Bandung
Berisik IV “Ka Surga!” Open Air Rock Festival 10 Agustus 2003
Pasca acara Bandung Berisik 3 terjadi banyak perubahan yang
signifikan di peta komunitas lokal terutama komunitas musik ekstrim di daerah
Bandung Timur. Daerah seperti Cicadas, Cicaheum, Sindanglaya, Cibiru, Cileunyi,
Jatinangor, Rancaekek, Cicalengka dan Tanjungsari mulai berani menggelar acara
musik ekstrim dengan konsep yang sama yaitu menampilkan potensi musik dari
komunitas lokal tersebut. Mulai dari level acara Agustus-an hingga acara yang
memang spesifik untuk jenis musik tertentu.Bahkan dampaknya mulai tampak
dikota-kota lainnya disekitar Jawa Barat. Nama-nama acara pun dibuat untuk
menunjukan identitas kota asal. Misalnya Sukabumi Bergetar, Cianjur Rusuh dan
lain-lain.
Perkembangan musik ekstrim yang begitu pesat di wilayah
Bandung timur dan kota-kota di sekitar Jawa Barat dan Indonesia pada umumnya
pada masa itu menginspirasi kembali komunitas Ujungberung Rebels untuk
menggelar kembali acara Bandung Berisik. Kali ini konsepnya adalah
tur.Pembicaraan ke arah tersebut mulai sering dilakukan. Konsep awalnya adalah
membawa tur tujuh band asal Ujungberung dan dikolaborasikan dengan tiga band
dari komunitas lokal di kota yang disinggahi. Rencana band yang akan dibawa tur
tersebut adalah Burgerkill, Jeruji, Forgotten, Jasad, Disinfected, The Cruels
dan Dinning Out. Sembilan kota di wilayah Jawa Barat menjadi tujuan BB IV.
Agenda tur yang sudah tercatat September 2002 adalah 1 September 2002 di
Sumedang, 8 September 2002 di Cianjur, 15 September 2002 di Garut, 22 September
2002 di Tasikmalaya, dan 29 September 2002 di Cirebon.Adapun di bulan Oktober
2002, tercatat 6 Oktober 2002 di Sukabumi, 13 Oktober 2002 di Purwakarta, 20
Oktober 2002 di Bekasi, dan 27 Oktober 2002 di Bogor. Naun masalah dana menjadi
kendala utama yang membuat BB IV urung digelar sesuai jadwal.
Awal 2003 BB IV kembali akan digelar dengan konseptor Addy
gembel, Man Jasad, dan Mbie. BB IV akan digelar lebih sederhana di pabrik roti
kawasan Aracamanik, Ujungberung. Ide ini tentu saja ditentang keras oleh
Yayat.Dalam pandangan Yayat, BB sudah berjalan sedemikian epic dan harus
dipertahankan bahkan ditambahkan kualitasnya.Ia sangat tidak setuju jika BB
digelar dalam kondisi seadanya. BB IV akhirnya disepakati akan digelar dalam
skup pergelaran yang semakin besar, bertempat di Stadion Persib tanggal 10
Agustus 2003 bertepatan dengan acara Soundrenalin. Yayat menegaskan ia tak
peduli bentrok acara dengan Soundrenalin karena ia sangat yakin BB akan
mendapat respon lebih massif. Pergelaran ini sudah megakar di anak-anak music
metal dan semua pasti akan datang ke BB daripada ke Soundrenalin.
Untuk mengejar kualitas BB IV, kepanitiaan dirobah dengan
menetapkan Andris sebagai ketua dan Addy gembel sebagai wakil. Selain itu,
pencarian dana melalui investor dan sponsor dilakukan. Kerja sama juga terus
dibina ke pengurus Persib dan Viking Bandung Heru Joko, serta kepada Pemerintah
Kota Bandung, saat itu walikotanya Aa Tarmana untuk izin penggunaan Stadion
Persib. Band-band yang tampil di BB IV adalah Burgerkill, Balcony, Infamy,
Jeruji, Turtles Jr, Lumpur, Forgotten, Dinning Out, Virus, Jasad, Geboren,
Rocket Rockers, Crusade, The Cruels, dan Siksa Kubur. Panggungnya aan dibangun
45 X 20 m, dengan dua panggung dram di kiri dan kanan panggung, tata suara
100.000 watt, 100 meter barikade, dua buah genset, serta sepasukan baby Riot
War Machine Assault, Tamara Fitness, Viking Persib, dan Yon Zipur Ujungberung
sebagai kru keamanan.Promo dilakukan semakin massif dengan pembuatan iklan
khusus untuk tayang di radio, pamflet yang dicetak, hingga pembuatan pamflet
sendiri oleh band yang tampil.Sementara itu Madi dan Irvine bertindak sebagai
MC acara.
BB IV mulai digelar tepat jam 11 siang, menampung 25 ribu
audiens yang datang dari Medan, Sulawesi, Kalimantan, beberapa kota di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, Jakarta, dan tentu saja Jawa Barat. Berbagai attitude
khas penonton dari berbagai hasrat musik diperlihatkan di BB IV, yang jelas
energy audiens bagai tak habis untuk pogo, headbang, slamdance, moshing, hingga
akhirnya acara berakhir jam 22.15 ditutup oleh band Virus.
Dua hari setelah acara selesai dilakukan evaluasi.Semua
kewajiban panitia pada investor telah dilaksanakan tepat waktu dengan
nilaisesuai kesepakatan. Setelah diaudit akhirnya nilai keuntungan bersih BB IV
adalah Rp.16.000,00. Uang itu oleh Andris sang ketua dibelikan Garpit sebungkus
dan kopi dua gelas untuk semua jajaran panitia yang hadir. Kembalian
belanjanyanya diinfakkan ke kotak amal masjid.
Bandung
Berisik V Rebel Meets Rebel, 11 Juni 2011
Setelah BB IV, anak-anak Ujungberung Rebels tenggelam dalam
kesibukan masing-masing band. Beberapa kali rencana gelaran BB dibicarakan di
lingkaran dalam Ujungberung Rebels, namun selalu mentah.Pasca tragedy AACC 9
Februari 2008, bahkan pernah dibentuk dua kali kepanitiaan BB.Yang pertama
dipegang oleh duet Yayat – Jemi dan yang ke dua dipegang oleh duet Bebi – Addy
Gembel.Kedua kepanitiaan ini juga gagal mengeksekusi pergelaran BB.Selain
kesibukan yang luar biasa dari masing-masing tokoh Ujungberung Rebels, tuntutan
perbaikan kualitas dan kuantitas BB juga menjadi hal yang terus dikejar.
Titik terang BB mulai terlihat ketika Gio—keponakan Kang
Memet Studio Palapa Ujungberung—mengajukan diri untuk meggarap BB melalui event
organizernya, Atap Promotion, awal tahun 2011. Ia datang dengan segenap konsep
pertunjukan spektakuler, menyanggupi memenuhi beberapa konsep lain yang
diajukan Ujungberung Rebels, dan berkomitmen penuh mengangkat BB ke taraf
pergaulan sosial yang lebih luas di Kota Bandung dan juga Indonesia. Dengan
visi yang luas serta rencana pendanaan yang matang, BB V akhirnya mulai
dijalankan oleh Ujungberung Rebels dan Atap Promotion.
BB V konsepnya adalah konser terbuka dengan dukungan
panggung besar, tata cahaya hebat, tata suara 250.000 watt, serta konsep
pertunjukan yang layak diterapkan berdasarkan standar bisnis pertunjukan. Ini
merangkum penataan acara yang sengaja disusun dramatis dari awal, pertengahan
pertunjukan, hingga klimaks yang ditata sespektakuler mungkin. Band yang
mengemban beban berat memungkas klimaks pergelaran ini adalah Burgerkill yang
saat itu harus diakui masih tetap terdepan dalam kemajuan musik metal Indonesia.
BB V menampilkan Burgerkill, Jasad, Forgotten, Seringai, Disinfected, Bleeding
Corpse, Outright, Komunal, Rosemary, Jeruji, Down for Life, Beside, Tcukimay,
Critical Defacement, Turbidity, Infamy, Parau, Godless Symptoms, Screaming
Factor, Gugat, dan Cranial Incisored. Dalam menjaga ritme pertunjukan dan
kenyamanan audiens, panitia menyusun berbagai aturan serta mengeluarkan buklet
panduan pertunjukan bagi audiens.
Yang patut dicatat juga adalah bahwa BB V melanjutkan
tradisi yang sudah dimulai di BB IV, di mana Ujungberung Rebels—dikawal oleh
Atap Promotion—terus menjaga kerja sama dengan berbagai pihak dalam
penyelenggarapaannya. Dalam rangkaian praproduksi BB, pertemuan dengan pihak
aparat pemerintahan, dewan legislatif, kepolisian, serta tentara terus dibina.
30.000 audiens lebih tercatat datang membeli tiket BB yang
digelar di Brigif Cimahi 11 Juni 2011 itu. Esoknya, BB mendominasi headline
media lokal dan nasional dan selama dua pekan kemudian terus perbincangan
media. Hingga kini legasi mengenai Bandung Berisik sebagai pergelaran musik
paling legendaris terus mengemuka.
Bandung
Berisik VI Maximum Aggression, 18 & 19 Mei 2012
Selepas Bandung Berisik V, Ujungberung Rebels dan Atap
Promotion segera mempersiapkan pergelaran Bandung Berisik VI. Sepajang 2011 dan
awal 2012 berbagai persiapan terus dilakukan termasuk perekrutan para pekerja
yang menggarap BB IV.1000 orang pekerja lebih telah direkrut, dipersiapkan
untuk menggarap BB VI.Kru terus dipersiapkan dengan mengambil spirit gairah
berkarya Ujungberung Rebels.Kebanyakan diambil dari generasi muda untuk
mempertajam Bandung Berisik sebagai momen regenerasi dan perbaikan kualitas
komunitas.
Maximum Aggression dipilih menjadi tema besar BB VI
mengingat semakin luasnya ranah pergaulan dan kompleksitas pengembangan
dinamika komunitas musik yang lebih inklusif dan integratif.Karena itu semangat
pergelaran yang kental dengan nuansa keragaman terus didorong untuk mencapai
tujuan penghargaan setinggi-tingginya terhadap musik dan hasrat yang menjebol
hasrat perbedaan yang selama ini seakan di-eksis-kan di rak-rak penjualan CD.
BB VI digelar tanggal 18 dan 19 Mei 2012 di Lapangan Udara
Sulaiman Bandung.Perkiraan audiens yang akan hadir mencapai lebih dari 30.000,
didominasi oleh anak-anak muda yang—sekali lagi—akan semakin mempertajam fungsi
pergelaran sebagai media pembelajaran yang paling efektif untuk pemberdayaan
potensi komunitas dan regenerasi demi hari esok yang lebih baik.
Penulis adalah guru dan musisi.